Jumat, 20 Juni 2014
By : Intan putri purnama ningrum
Siang ini seperti biasa saya
berada di kantor. Sedikit bercerita, saya adalah staff magang di pusat
informasi dan humas Universitas Airlangga. Masih sama dengan hari lain, tugas
kami disini salah satunya adalah menerima tamu. Tepat pukul 11 siang, pintu
kantor diketuk. Saya dan staff lain mempersilakan tamu ini untuk masuk dan
duduk. sebelum sempat kami selesai mempersilakan duduk, si Tamu bertanya,
"Pak, Bu, ini bener kampus C Unair Mulyorejo?". dengan ramah kami
meng-iyakan. Namun sekali lagi beliau bertanya pertanyaan serupa. Dengan heran
kami kembali meng-iyakan. Namun terkejutnya kami ketika si Tamu berteriak
girang, "horeee!! saya lulus!". Lalu si Tamu bercerita bahwa dia
adalah siswa SLB, usianya 34 tahun namun kemampuan otaknya setara dengan anak
usia 13 tahun. Namanya Aput, dia dari Wonosari, Yogjakarta. Tujuannya kesini
adalah untuk ujian. Ujian? Awalnya kami heran. Namun ternyata Aput sedang
menjalankan ujian pencarian alamat. Bayangkan dengan kapasitas otaknya yang
setara 13 tahun, ia menuju Surabaya, kota sebesar ini sendirian (ingat, dia
dari Yogjakarta, 10 jam dari Surabaya). Ia hafal benar ia harus naik bus Eka
sampai Bungur Asih dan 2 kali naik angkutan umum untuk sampai ke Kampus kami.
Belum selesai disana, ketika kami menawarkan minum, ia menolak dengan alasan ia
dilarang untuk meminta minta. Keukeuhnya prinsip tidak meminta minta ini sampai
memaksa kami mencari alasan lain agar ia menerima air minum itu (ia tampak
sangat lelah dan kehausan). Kami berdalih bahwa air minum itu adalah hadiah
karena dia sudah lulus ujian (bisa menemukan alamat adalah ukuran
kelulusannya). Disela perbincangan kami ia bercerita bahwa di sekolahnya ia
belajar baca tulis, ketrampilan, dan agama. Ia menyebutkan ada dua agama disana
yang pertama adalah agama Allahuakbar (red. Islam) dan pak Yesus (red.
Kristen/Katolik). kebetulan ia beragama Allahuakbar tuturnya. Lama berbincang,
ia teringat bahwa hari ini adalah hari Jumat. Ia membacakan (dia hafal, tanpa
teks) surat Al-Jumu'ah bagi kami. Suaranya merdu dan bacaaannya benar, dia juga
hafal dengan baik. Saya dan rekan kerja saya sampai luluh dan menangis. Dia
juga memberi tahu kami bahwa ada aturan yang harus ditaati selama ujian ini.
Pertama adalah boleh bertanya, namun tidak boleh diantar. Kedua adalah tidak
boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak. Ketiga,
tidak boleh meminta - minta. dan masih banyak aturan lain yang mengoyak nurani
saya. Saya jadi berfikir, sudahkah kita memiliki moral sebaik tamu Tuna Grahita
ini? Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya. Sedangkan kita?
Ada satu celetukan polos yang ia tanyakan pada kami. Ia bertanya, berapa banyak
ayam yang harus dijual untuk pergi ke Mekah? Untuk ke Surabaya saja ia harus
menjual ayam 3 ekor. Ia ingin ke mekah karena sudah bisa mengaji. Dari tamu ini
saya belajar banyak tentang makna hidup, kejujuran, bagaimana berjuang dan
terus memotivasi diri sendiri. Dia berkata bahwa dia dilarang bersedih.
"Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalo sedih nanti bodo lagi",
ucapnya polos. Dari sini, masih bisa sombongkah kita bahwa mahasiswa adalah
makhluk paling pintar dan paling baik moralnya? Mari belajar dari sekitar,
termasuk dia :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar