15 February 2012, 4:37pm
Purnama Musim Kemarau Oleh Bumi Jawata. 15 Februari
2012 Pukul 01.12
Aywa nyaruwe kalamun durung gaduk sira iku janma
cubluk truntum sarwa kaladuk aluwung ngedi satindak-tanduk mindhak kawiyak
padine wong nguja wadhuk jancuk !
Seorang pangeran beranjak gila, ia merasa tak pernah
bersua manusia, yang nyata. Saya, tanpa embel-embel apapun di belakangnya,
buhul-sintak yang disebut bahagia. Seperti sidharta, ia pun beringsut
meninggalkan gebyar istana, berkelana. Dan seperti diogenes si asu athena, yang
hidup seadanya, tampil sekenanya. Lelaku jiwa yang dibangunnya pun tak berusaha
menjejali metafisika, tak ada dewa, surga, ataupun neraka di seberang sana.
Sonya, cuma mulur-mungkretnya karsa, yang mesti dicandra.
Sebelum ada agama ada budaya, agama dan budaya bisa
menyatu, tapi tidak semua sejalan. Dari agama kita hargai budaya, bukan
membeda-bedakan agama dengan budaya. Kalaupun kita tidak setuju dengan suatu
budaya, (menurut keyakinan saya) tak usah membawa agama, (kepercayaan) saya
tidak diperbolehkan saling mencela, (kepercayaan) saya menganjurkan cinta ke
semua.
Sebonek apa dirimu? Seberapa gila dan getir
pencarianmu? Seberapa ning rasamu? Seberapa besar nyalimu untuk hanyut dalam
dengung lebah. Tawon Gumana, yang pada akhirnya sama belaka dengan dengung
lalat. Laler Mengeng, di kedalaman batinmu itu?
Sebermulanya cuma untaian kata dan nada yang
sederhana, lalu datanglah kuasa, akhirnya : penghilangan ribuan nyawa jelata
tak berdosa mengatasnamakan tuhannya.
Kamu pikir siapa dirimu? Mulutmu fasih ketika
berlafadz jihad, tobat, laknat, maupun maksiat! Padahal otakmu sarap,
perangaimu biadab! Dan kamu pikir tuhan bersamamu? Surga menantimu? Bagaimana
bisa seyakin itu? Dungu kamu! Hidup manusia bukanlah perkara matematika yang
mudah diterka. Asu dengamu! Asu dengan dakwahmu! Hidup masyarakat adat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar