Sabtu, 27 Juni 2015

Dr Zakir Naik Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Saya

Selama ini saya bertanya, mengapa Tuhan menciptakan manusia, jin, nabi, malaikat, dan alam semesta ini jika Dia sudah tau akhirnya seperti apa. Tuhan itu bagaikan sutradara yang telah mengerti alur cerita dari awal hingga akhir sebuah sandiwara, dan kita adalah pemainnya. Bukankah hal ini sama saja kita ini adalah mainan Tuhan? Aku tak menyebut Tuhan sadis. Namun seorang Atheis ini dalam pertanyaannya yang bisa dikatakan mewakili pertanyaan saya, mengatakan Tuhan sadis. Saya tak seberani itu mengatakan Tuhan sadis. Selama ini tak satupun jawaban yang dapat memuaskan saya. Namun Dr Zakir Naik sepertinya telah menjawabnya dengan nyaris sempurna. 
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan saya yang lainnya yang masih belum terjawab, dan semoga suatu saat saya akan menemukan jawaban yang seperti disampaikan oleh Dr Zakir Naik.




Minggu, 21 Juni 2015

Manusia Paling Membosankan di Muka Bumi Itu adalah Aku (Si Plegmatis)

Kalau ada yang bilang padaku "gak ada kamu gak rame" maka dia pasti bohong.
Kalau ada yang bilang padaku "gak ada kamu gak seru" itu juga dusta.
Kalau ada yang bilang padaku "ikutlah, biar asik" pastilah dia tidak mengenalku dengan baik.
Karena aku adalah manusia paling membosankan di muka bumi ini.

Aku adalah si plegmatis.
Cinta damai dan banyak bungkam.

Dari yang saya kutip dari http://catatankecil.com, tipe kepribadian plegmatis adalah sebagai berikut.

Tipe Kepribadian: Plegmatis

Plegmatis ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran.
Ciri-ciri Sifat Plegmatis :
  1. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan
  2. Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin
  3. Cenderung diam, kalem dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan
  4. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda
  5. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para pendengar yang berkerumun itu orang-orang plegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang Sanguinis.
  6. Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para plegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”.
  7. Jadi jika Anda punya staf atau pegawai plegmatis, anda harus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi oleh dirinya sendiri.

Kekuatan Dan Kelemahan Plegmatis :

Kekuatan :
  • Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
  • Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
  • Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
  • Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
  • Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
  • Penengah masalah yg baik
  • Cenderung berusaha menemukan cara termudah
  • Baik dibawah tekanan
  • Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
  • Rasa humor yg tajam
  • Senang melihat dan mengawasi
  • Berbelaskasihan dan peduli
  • Mudah diajak rukun dan damai
  • Bijaksana
  • Menyenangkan
Kelemahan :
  • Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
  • Takut dan khawatir
  • Menghindari konflik dan tanggung jawab
  • Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
  • Terlalu pemalu dan pendiam
  • Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
  • Kurang berorientasi pada tujuan
  • Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
  • Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
  • Tidak senang didesak-desak
  • Menunda-nunda / menggantungkan masalah
Plegmatis sebagai teman
  • Mudah diajak bergaul
  • Menyenangkan
  • Tidak suka menyinggung
  • Pendengar yang baik
  • Selera humor yang menggigit
  • Suka mengawasi orang
  • Punya banyak teman
  • Berbelaskasihan dan perhatian
  • Tidak bisa melihat teman mengalami kesusahan
Plegmatis sebagai kekasih
  • Setia
  • Selalu mengalah
  • Tidak terlalu suka memberi kejutan
  • Rela berkorban apa pun demi orang yang dicintai
  • Tidak suka merayu
Plegmatis Sebagai Orang Tua
  • Menjadi orang tua yang baik
  • Menyediakan waktu bagi anak-anak
  • Tidak tergesa-gesa
  • Bisa mengambil yang baik dari yang buruk
  • Tidak mudah marah
Plegmatis dalam pekerjaan
  • Cakap dan mantap
  • Damai dan mudah sepakat
  • Punya kemampuan administrative
  • Menjadi penengah masalah
  • Menghindari konflik
  • Baik dibawah tekanan
  • Menemukan cara yang mudah
Pekerjaan yang cocok bagi Phlegmatis
Guru, Akuntan, dan lain sebagainya.

Jumat, 19 Juni 2015

Tanpa Judul

[17:25 16/06/2015] : Dan juni pun datang memugar sunyi saat hujan prgi. Mimpi tlah trkunci, namun adakah ssuatu yg mmbekas d pasir wkt slain biru & ksunyian itu? 
[17:25 16/06/2015] : Bulan d tepian kolam mmbiarkan sinarnya patah oleh temaram, smoga bkn oleh tnganku yg slalu ingin mnyentuh sudut2 muram demi mmperjelas wajah kunang yg mati, trbunuh atas nama rindu & mlm.

Kamis, 18 Juni 2015

OBSESIF KOMPULSIF



OBSESIF KOMPULSIF
Jogjakarta, 13 Mei 2012 jam 01.00



Sang penunggang kuda yang megah,
matahari melesat ke dalam gelanggang yang sangat luas di mana roda langit berputar. Lawannya yang berjubah perah, bintang-bintang,
memucat dan segera mundur tergesa-gesa ke arah barat.
Air muka sang penakluk, yang bersinar-sinar terlalu menakutkan bagi cawan kristal malam, yang kemudian bergetar hingga pecah,
menumpahkan anggurnya hingga mengubah langit
menjadi lembayung dari ufuk ke ufuk.
Dengan demikian datanglah sang fajar.
Aku sedang duduk sendirian,
menabuh syair-syair pujian pada genderang kesepian.
Aku orang asing bagi peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia manusia.

Ini adalah sehelai kertas kesedihan,
yang dikirim oleh jiwa yang dipenuhi duka cita kepada jiwa yang lainnya.
Ia datang dariku, seorang tawanan, dan ditujukan kepadamu,
kau yang telah berhasil menghancurkan belenggumu dan meraih kemerdekaan.
Berapa lama kata-kata ini tersembunyi dalam hati,
terpelihara oleh cinta dan kepedihan serta duka akibat perpisahan.
Kini aku tengah mengarungi kedalaman jiwaku bagaikan seorang penyelam,
memetik mutiara demi mutiara yang teruntai menjadi sebuah kalung berbentuk surat dan kata-kata, titik dan bulatan, hiasan dan anyaman.

Kau memesonaku seperti seorang perawan
yang menghiasi dinding perasaan
dengan sutera dan anyaman,
kini kau sedang membakar dupa dalam mangkuk kuningan,
aroma kayu manis memenuhi ruangan.

Saat api cinta menyala di dalam dada,
apalagi yang bisa dilakukan untuk menjinakkannya?
Cinta telah membuat tempurung kewarasan menjadi retak,
lalu menunjukkan kekakutan jiwa yang tersembunyi di dalamnya.
Aku bagai serangga sasar yang terbang
menembus kegelapan malam untuk mengintari nyala lilin.
Hatiku berdebar seperti sayap ngengat yang terperangkap.
Memandangi wajahmu,
untuk sedetik yang terasa bagai sebuah keabadian.
Cinta telah membuat gairah hidup menjadi padam,
seakan sendi-sendi tulang remuk, sayap jiwa telah patah,
menggelepar tak berdaya dalam kubangan debu, menanti datangnya ajal.
Aku orang gila yang menjual jiwaku pada cinta,
namun anggur cinta yang kutuang berbalas siksa,
sama dengan pahitnya kayu kina.

Ketika tamanmu sedang berbunga,
aku terbaring di luar sana menderita.
Bagaimana mungkin engkau tersenyum tertawa,
sementara aku tersiksa oleh cinta.

Duka di hatiku tak kau hiraukan,
tangis di mataku tak kau pedulikan,
dan banyak janji yang kau ucapkan,
tapi tak satupun kau tunaikan.
Kau bersumpah membuat dahagaku terpuaskan,
semua sumpahmu kini kau campakkan.
Mengapa sumurmu dulu kau kau tampakkan,
jika isinya hanya kutukan?

Keluarkan aku dari sumur kesepian ini,
karena cahaya hidupku pudar dalam belantara ini.
‘Jangan takut, karena aku adalah milikmu!’ kau berkata,
bila itu benar, datanglah sekarang,
atau mereka akan menemukanku tak bernyawa.
Sekali tertangkap, kambing yang sekarat mendengar terlambat
teriakan ‘Awas srigala !’ yang akan membuatnya selamat.

Kau penyebab sekaratku berkepanjangan,
tetapi hasratku padamu membuat kau kumaafkan.
Kaulah sang matahari sementara aku bintang malam,
cahyamu menyurutkan kerlipku yang kelam.
Nyala lilin iri padamu,
bunga mawar merekah dalam namamu,
terpisah darimu? Tidak akan pernah!
cinta dan kesetiaanku hanya untukmu.
Walau tersiksa, aku akan tetap menjadi sasaran cambukmu,
ketika mati, aku adalah darah yang mengalir dalam nadimu.

Sebagai seorang yang darahnya adalah milikmu
untuk kau jual semurah yang kau kehendaki.
Kau berkata bahwa aku adalah penjaga harta,
memang aku ada di dekatnya,
namun di saat yang bersamaan aku tidak pernah sejauh ini darinya.
Kunci yang dengannya aku bisa membuka peti harta itu belum diciptakan.
Logam yang darinya kunci itu akan ditempa masih tertidur di dalam perut bebatuan.
Kau adalah Ka’bahku, padamu kukiblatkan sembahku,
tapi apa artiku bagimu?

Aku adalah tanah di bawah kakimu: jika kau melangkah lembut,
aku akan menjadi humus di musim semi yang indah dan menumbuhkan bunga-bunga.
Tapi jika kau menginjakku dengan keras,
aku akan menjadi awan debu yang berputar,
yang membungkus dan mencekikmu!
Jangan kau potong hidungmu karena iri dengan wajahmu sendiri.
Bukankah kau telah memahat namaku di atas bongkahan es agar meleleh di bawah matahari, kau orang yang telah menuntunku ke dalam nyala api.

Orang-orang yang menggali bumi dan mencari harta,
hanya untuk mendapati bahwa bumi tak akan menyerahkannya.
Bukankah selalu begitu kejadiannya sejak dulu?
Sementara burung bul-bul mengicaukan puji-pujiannya pada pohon ara,
sang gagak malah mencuri buahnya.
Seperti itulah jalannya takdir.

Kau adalah rembulan dengan segala keindahannya.
Kapankah, duhai rembulan, engkau terlepas dari rahang sang ular?
Hatiku adalah tungku yang suluhnya adalah cinta.
Jika engkau menyalakan api itu,
panas dari hatiku akan membakarnya dalam seketika.

Bilamana taman merekah oleh mawar-mawar merah
betapa cocoknya menyandingkannya dengan anggur delima.
Aku heran, untuk siapa mawar mengoyak pakaiannya?
Bukankah mangsa yang malang menjerit akan ketidakadilan?
Lalu mengapa meributkan halilintar?
Jika korbannya adalah aku!
Bagaikan tetes hujan di saat matahari terbit
yang jatuh menetes pada kelopak melati,
pada pipi sang kekasih, airmataku bercucuran.
Tulip yang memerah di seluruh daratan bagaikan batu delima.
Pencuri mana yang telah merampas intan milikku?
Pepohonan menebar wanginya dalam aroma bunga,
hingga aroma khotan tak bisa bernafas dalam kekaguman.

Katakan padaku manisku, bagaimana keadaanmu di kegelapan sana?
Apa yang telah terjadi pada kecantikanmu sekarang?
Lesung pipimu, matamu yang bercahaya,
harum semerbak ikal rambutmu yang sehitam malam.
Apa yang terjadi pada mereka?
Apa warna pakaianmu sekarang?
Mata siapa yang kau sinari sekarang
dan pikiran siapa yang kau pesonakan dengan sihir senyumanmu?
Di tepi sungai mana yang kini kau perindah?
Ranjang duri siapa yang kau ubah menjadi hamparan mawar?

Hingga akhirnya aku memilih masuk ke dalam golongan
orang-orang jalang yang telah dipenggal oleh pedang ajal,
sebuah pedang yang sedang bergantung di atasku juga.
Engkau mutiara yang menyiksa sang tiram.

Manusia tak lebih dari seberkas cahaya,
terlahir untuk bersinar dalam suatu masa yang singkat
sebelum akhirnya padam untuk selamanya.
Apakah kehidupan manusia itu selain dari sebuah kilatan halilintar di dalam kegelapan?
Ia tidak berarti apa-apa: bahkan jika ia bertahan ribuan tahun,
dibandingkan dengan keabadian, ia tidak lebih dari sebuah kedipan mata.
Dari awal, kehidupan memikul segel kematian :
kehidupan dan kematian saling melekat bagaikan sepasang pencinta,
lebih dekat dari sepasang bayi kembar yang lahir dengan badan terhimpit.
Namun bagai sebutir pasir yang menilai diri berdasarkan ukurannya sendiri,
mengambil panjang dan lebar dirinya sebagai satu-satunya ukuran untuk dunia.
Padahal di seberang gunung, ia bukan apa-apa.
Manusia hanya sebutir pasir,
seorang tawanan di dalam sebuah dunia yang penuh dengan ilusi.
Belajarlah bahwa kenyataan adalah sama sekali tidak nyata
dan bahwa kenyataan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.
Jadilah seperti lilin dan bakarlah duniamu –hanya dengan itu,
dunia yang sekarang adalah penguasamu akan menjadi budakmu.

Rembulan tampak bagaikan sebuah bola perak yang bercahaya,
sementara di kaki langit, Venus berpijar seperti lahar,
meteor jatuh ke bumi bagaikan lembing menyala-nyala
yang dilemparkan dari langit,
bintang berkelip-kelip bagai ribuan manik-manik
yang telah dipintal di  atas jubah lembayung langit.
Ketika jutaan jarum hujan menelisik kain malam,
kubenamkan wajahku ke dalam tanah
tempat aku dan kekasihku terbaring
menanti ketika nanti ditanyai oleh para malaikat di hari kiamat.

Sepasang kekasih terbaring dalam kesunyian,
disandingkan di dalam rahim gelap kematian.

KOMA SENJA HARI

23 February 2012, 7:53pm

KOMA SENJA HARI Oleh Bumi Jawata. 23 Februari 2012, jam 02.15

“Selamat tidur hati, besok kita cari lagu yang pas untuk tema hidup kita.” Kataku mengakhiri hari ini. Namun di tengah kegelisahan itu, kau masih saja berkeras hendak menerbangkan layang-layang berlubang dengan sayap tak seimbang.
Seperti yang kita lihat senja ini : cahaya menunjukan semuanya akan baik-baik saja. Semuanya adalah simponi atau anggap saja setiap teriakan sebagai simponi, jadi kau akan menemukanku selalu tersenyum saat yang tersisa hanya lelah yang terakhir. Ketika terang menjadi redup, kita mulai menikmati indahnya hidup. Indahnya hidup ketika terkoyak dari kesalehan yang membosankan, Atau terkoyak dari dengung rindu akan tuhan yang berkubang kesucian. Indahnya tidak yang melarang berlarian di hari hujan, atau seperti nikmatnya merokok ganja pelipur lara saat seluruh jiwa, hati dan tubuhmu terluka. Sejenak saja ingin berharap agar malam tanpa batas.
Ketika tak ada lagi yang mampu memberi alasan mengapa hidup harus dilanjutkan, mereka malah memanggil kita ‘sampah akidah’ yang kerjanya hanya melagukan tembang-tembang cabul. Nada-nada sumbang yang harusnya diperbincangkan secara samar di bilik-bilik kamar. Namun seperti yang kita tahu, kita berdua sama-sama akan dengan sukarela mati dalam penantian panjang menunggu messias datang dari pintu kerahiman kota tua Jerusalem, daripada menyerah pada kebohongan, dipaksa bersua binatang-binatang jalang yang terlanjur nyaman dengan kebodohan dan kepongahan intelektualnya.
Menjalani kehidupan dimana kebebasan harus dipertaruhkan. Saat dalam sejarah hanya ditemukan pengkhianatan dan kesakitan, kita hanya bergulir di atasnya sambil menahan perih. Saat roda waktu terlihat gelap, kita hanya menangis, tertawa dan sesekali terdiam.
Akhirnya aku lebih senang menjadi koma, daripada harus menjadi titik yang harus berhenti sepenuhnya.

Purnama Musim Kemarau Oleh Bumi Jawata

15 February 2012, 4:37pm
 

Purnama Musim Kemarau Oleh Bumi Jawata. 15 Februari 2012 Pukul 01.12

Aywa nyaruwe kalamun durung gaduk sira iku janma cubluk truntum sarwa kaladuk aluwung ngedi satindak-tanduk mindhak kawiyak padine wong nguja wadhuk jancuk !
Seorang pangeran beranjak gila, ia merasa tak pernah bersua manusia, yang nyata. Saya, tanpa embel-embel apapun di belakangnya, buhul-sintak yang disebut bahagia. Seperti sidharta, ia pun beringsut meninggalkan gebyar istana, berkelana. Dan seperti diogenes si asu athena, yang hidup seadanya, tampil sekenanya. Lelaku jiwa yang dibangunnya pun tak berusaha menjejali metafisika, tak ada dewa, surga, ataupun neraka di seberang sana. Sonya, cuma mulur-mungkretnya karsa, yang mesti dicandra.
Sebelum ada agama ada budaya, agama dan budaya bisa menyatu, tapi tidak semua sejalan. Dari agama kita hargai budaya, bukan membeda-bedakan agama dengan budaya. Kalaupun kita tidak setuju dengan suatu budaya, (menurut keyakinan saya) tak usah membawa agama, (kepercayaan) saya tidak diperbolehkan saling mencela, (kepercayaan) saya menganjurkan cinta ke semua.
Sebonek apa dirimu? Seberapa gila dan getir pencarianmu? Seberapa ning rasamu? Seberapa besar nyalimu untuk hanyut dalam dengung lebah. Tawon Gumana, yang pada akhirnya sama belaka dengan dengung lalat. Laler Mengeng, di kedalaman batinmu itu?
Sebermulanya cuma untaian kata dan nada yang sederhana, lalu datanglah kuasa, akhirnya : penghilangan ribuan nyawa jelata tak berdosa mengatasnamakan tuhannya.
Kamu pikir siapa dirimu? Mulutmu fasih ketika berlafadz jihad, tobat, laknat, maupun maksiat! Padahal otakmu sarap, perangaimu biadab! Dan kamu pikir tuhan bersamamu? Surga menantimu? Bagaimana bisa seyakin itu? Dungu kamu! Hidup manusia bukanlah perkara matematika yang mudah diterka. Asu dengamu! Asu dengan dakwahmu! Hidup masyarakat adat!