Sabtu, 28 Februari 2015

Earthquake



 
Gempa yang baru saja ku rasakan adalah gempa kesekian kali yang sudah ku alami.  Di sini gempa kecil, orang jawa biasa bilang lindu, kerap kali terjadi. Aku tidak takut, toh orang di sini sudah sejak lama tinggal di sini, sekarang pun aku di sini bersama mereka. Jika pun terjadi sesuatu, itu adalah takdir. Dan yang bisa dilakukan saat seperti ini hanyalah berdoa menyebut nama Tuhan. Meskipun aku tidak takut namun tetap saja jantungku berdegub cukup kencang sesaat tadi hingga sekarang masih terasa. Perlu menghela nafas panjang untuk meredakan degub kencang  jantungku yang kaget ini.
Masih teringat ketika pertama kali aku merasakan getaran singkat di tempat tidurku. Bahkan aku mencatatnya, waktu itu tercatat hari Senin 28 Oktober 2014 pukul 03:21 WITA, kemudian Selasa 29 Oktober 2014 pukul 00:53 WITA dan pukul 23:46 WITA dihari dan tanggal yang sama. Pertama kali getaran itu terjadi saat aku tengah lelap tertidur. Seketika merasakan ada getaran seketika itu pula mataku terbuka dan terbangun dari tidurku. Rasa takut ada namun tak ku hiraukan, aku berfikir mungkin itu adalah mimpi. Meskipun sebelumnya aku tak pernah bermimpi hingga terbangun karena getaran yang terasa begitu nyata. Sebenarnya bukan getaran yang ku rasakan, tapi sebuah goyangan pada kasur busa tempat tidurku. Pada pagi di hari itu aku menunggu orang-orang membicarakan tentang gempa semalam tapi tak seorang pun membicarakan adanya gempa semalam. Aku pun malas bertanya, dan kejadian semalam berlalu begitu saja. Getaran kedua pun terjadi, lagi-lagi di tengah malam sehingga membangunkanku dari tidur. Getarannya masih terasa sama, hanya seperti sedikit goyangan pada tempat tidur. Namun kali ini aku ketakutan setengah mati. Aku berfikir apa ini yang sedang bersamaku? Mengapa selalu setiap tengah malam, rasa takut membuatku sulit untuk tidur kembali. Begitu pagi datang semuanya baik-baik saja. Dan malam kembali datang. Aku masih merasakan ketakutanku, hingga aku takut untuk tidur, aku ingin menunggu, menunggu tempat tidurku bergoyang saat mataku belum terpejam. Benar saja, aku kembali merasakannya sebelum mataku terpejam karena ini terjadi lebih awal, ketika hari belum sempat berganti. Seketika ku rasakan aku turun dari tempat tidur dan ku amati kolong tempat tidurku, kalau-kalau ada sesuatu, aku juga memegang salah satu kaki tempat tidur dan ku coba menggoyangkannya, mungkin saja itu karena letak tempat tidurku yang tidak pas sehingga membuatnya tinggi sebelah atau bagaimana. Karena goyangan sudah terjadi aku dapat tidur dengan sedikit lebih tenang. Keesokan harinya ketakutanku masih ada, namun aku tidak tau harus membicarakan kejadian yang ku alami pada siapa. Ingin sekali ada seseorang yang bisa kulapori dan kemudian memeriksa tempat tidurku. Tapi siapa? Tidak ada seorangpun. OK aku bertahan dengan kebisuanku. Saat malam tiba dan aku kembali ketakutan, aku hanya berdoa semoga aku lekas tidur, tidak terbangun di tengah malam, dan pagi lekas datang. Karena pagi membawa suasana damai berbeda untukku.  Haripun berlalu dan  goyangan itu tak lagi ada. Dua, tiga, atau empat minggu setelahnya aku tidak begitu ingat dan tidak mencatatnya. Kembali ada getaran, kali ini lebih kuat hingga atap rumah yang adalah seng menimbulkan suara yang keras. Aku pun terbangun. Kali ini aku tidak takut hanya kaget saja. Karena di luar masih terdengar suara orang berbincang, lagipula waktu itu masih sekitar pukul 23:00 WITA belum terlalu malam sekali. Ketika pagi tiba aku tak mendengar seorang pun membicarakan getaran semalam. Baiklah lagi-lagi kejadian itu harus terlewat tanpa penjelasan apa-apa. Dua hari mungkin juga lebih berlalu namun tiba-tiba ada teman yang membicarakan kejadian malam itu. Hatiku rasanya lega dan bersyukur sekali bahwa bukan hanya aku yang merasakan kejadian itu. Setidaknya ada orang lain yang merasakan apa yang aku rasakan, ini berarti aku tidak sendiri. Betapa leganya hatiku kala itu. Semenjak saat itu getaran-getaran kecil, gempa kecil seringkali terjadi, dan tidak ada yang membicarakannya saat pagi tiba. Dan aku mulai paham mengapa mereka tidak membicarakannya, ini karena mereka telah terbiasa dengan gempa kecil, karena gempa kecil sering terjadi dan sudah menjadi biasa. Berbeda dengan di Jawa terutama di kotaku yang sangat jarang mengalami gempa kecil, sehingga ketika ada gempa sekecil apapun jika memang ada yang merasakannya, sudah pasti akan menjadi bahan pembicaraan.
Dalam benakku selalu terfikir akan keagungan Tuhanku Allah Subhanahu Wata'ala. Jika Dia berkehendak tsunami menerjang pulau ini, apalah artinya pulau yang teramat kecil ini. Mungkin saja pulau ini akan tenggelam menjadi lautan lepas tak berbekas. Subhanallah......

Rabu, 26 Februari 2014
22:10 WITA
Finished at 23:53 WITA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar