Sabtu, 28 Februari 2015

Di Lautan Hindia



Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Dimana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di papsir
Di sanalah jiwaku, mula bertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barisan sebuah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur
 
Muhammad Yamin

Pagi yang Cerah

  
14 Januari 2014
Pagiku hari ini cerahhhhhhh sekali, secerah cuaca langit di luar sana. Sungguh berbeda dari pagi-pagiku yang lalu selama di Talaud ini. Hari ini hari selasa, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. dan sekolah pun libur. Pagi ini seseorang di sini murah senyum dan murah suara kepadaku. Memang sebelumnya bagaimana? Itulah masalahku di sini. Bagaimana detilnya aku tak perlu menceritakan panjang lebar, kalian deskripsikanlah sendiri, yang jelas senyum dan suara seseorang itu mahal sekali. Hingga ku kira aku tak akan mampu mendapatkannya. Namun pagi ini bagaikan sebuah keajaiban. Sebenarnya ini tidak benar-benar dimulai hari ini. Dua hari yang lalu ada ibadah kelompok di rumah usai ibadah di gereja. Ibadah hanya berlangsung selama kurang lebih dua puluh menit dan dimulai sekitar pukul 11 siang. Selama ibadah aku hanya berdiam diri di kamar. Sampai ibadah selesaipun aku masih berdiam di kamar karena di luar terdengar suara sebagian tamu yang belum pulang. Ku tunggu, ku tunggu, dan ku tunggu dan mereka masih saja asik berbincang. Suara seseorang akhirnya memanggilku. "Mbak, keluar jo jangan di dalam kamar terus ". Aku hafal itu suara Papa Dandi, tetangga seberang rumah yang sering menyapaku. Aku jawab saja "Iyaaaa"  dan aku pun keluar. Ada skitar 8 orang yang masih bertahan dan belum pulang. Ketika keluar dari kamar terlihat mereka sedang berbincang sambil ditemani cap tikus. Aku pun sudah terbiasa melihat hal semacam ini. Aku mulai terlibat dalam perbincangan mereka meskipun hanya sekedar humor dan basa basi kecil. Saat itu ibuk tidak berbicara banyak, ibuk hanya sempat bertanya padaku tentang temanku yang ada di pulau sebelah, yaitu Salibabu. Setelah berjam-jam, para tamu pun pulang. Rumah tampak kotor sekali, segera ku ambil sapu dan aku pel sekalian. Karena tadi juga ada anjing yang ikut di dalam rumah, sehingga ku rasa memang perlu untuk mengepel lantai. Selesai mengepel ada teman datang untuk mengobrol, ada muridku juga yang datang memberi mangga. Ketika itu ku lihat ibuk sibuk mengupas pala. Karena aku masih ada teman, niatku untuk membantu aku urungkan sampai temanku pulang. Temanku pun pulang dan aku mulai membantu ibuk. Saat itulah sesuatu yang tak biasa terjadi. Kami mengobrol banyak kesana kemari. Hingga sore dan hingga malam. Bahkan ibuk tertawa lepas bersamaku. Tawa yang sebelumnya tak pernah tertuju untukku. Hingga hari ini, dua hari setelah hari itu. Hari ini adalah hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Hari ini aku mendapatkan sesuatu yang menurutku sangat berharga sekali yang Allah berikan.

Earthquake



 
Gempa yang baru saja ku rasakan adalah gempa kesekian kali yang sudah ku alami.  Di sini gempa kecil, orang jawa biasa bilang lindu, kerap kali terjadi. Aku tidak takut, toh orang di sini sudah sejak lama tinggal di sini, sekarang pun aku di sini bersama mereka. Jika pun terjadi sesuatu, itu adalah takdir. Dan yang bisa dilakukan saat seperti ini hanyalah berdoa menyebut nama Tuhan. Meskipun aku tidak takut namun tetap saja jantungku berdegub cukup kencang sesaat tadi hingga sekarang masih terasa. Perlu menghela nafas panjang untuk meredakan degub kencang  jantungku yang kaget ini.
Masih teringat ketika pertama kali aku merasakan getaran singkat di tempat tidurku. Bahkan aku mencatatnya, waktu itu tercatat hari Senin 28 Oktober 2014 pukul 03:21 WITA, kemudian Selasa 29 Oktober 2014 pukul 00:53 WITA dan pukul 23:46 WITA dihari dan tanggal yang sama. Pertama kali getaran itu terjadi saat aku tengah lelap tertidur. Seketika merasakan ada getaran seketika itu pula mataku terbuka dan terbangun dari tidurku. Rasa takut ada namun tak ku hiraukan, aku berfikir mungkin itu adalah mimpi. Meskipun sebelumnya aku tak pernah bermimpi hingga terbangun karena getaran yang terasa begitu nyata. Sebenarnya bukan getaran yang ku rasakan, tapi sebuah goyangan pada kasur busa tempat tidurku. Pada pagi di hari itu aku menunggu orang-orang membicarakan tentang gempa semalam tapi tak seorang pun membicarakan adanya gempa semalam. Aku pun malas bertanya, dan kejadian semalam berlalu begitu saja. Getaran kedua pun terjadi, lagi-lagi di tengah malam sehingga membangunkanku dari tidur. Getarannya masih terasa sama, hanya seperti sedikit goyangan pada tempat tidur. Namun kali ini aku ketakutan setengah mati. Aku berfikir apa ini yang sedang bersamaku? Mengapa selalu setiap tengah malam, rasa takut membuatku sulit untuk tidur kembali. Begitu pagi datang semuanya baik-baik saja. Dan malam kembali datang. Aku masih merasakan ketakutanku, hingga aku takut untuk tidur, aku ingin menunggu, menunggu tempat tidurku bergoyang saat mataku belum terpejam. Benar saja, aku kembali merasakannya sebelum mataku terpejam karena ini terjadi lebih awal, ketika hari belum sempat berganti. Seketika ku rasakan aku turun dari tempat tidur dan ku amati kolong tempat tidurku, kalau-kalau ada sesuatu, aku juga memegang salah satu kaki tempat tidur dan ku coba menggoyangkannya, mungkin saja itu karena letak tempat tidurku yang tidak pas sehingga membuatnya tinggi sebelah atau bagaimana. Karena goyangan sudah terjadi aku dapat tidur dengan sedikit lebih tenang. Keesokan harinya ketakutanku masih ada, namun aku tidak tau harus membicarakan kejadian yang ku alami pada siapa. Ingin sekali ada seseorang yang bisa kulapori dan kemudian memeriksa tempat tidurku. Tapi siapa? Tidak ada seorangpun. OK aku bertahan dengan kebisuanku. Saat malam tiba dan aku kembali ketakutan, aku hanya berdoa semoga aku lekas tidur, tidak terbangun di tengah malam, dan pagi lekas datang. Karena pagi membawa suasana damai berbeda untukku.  Haripun berlalu dan  goyangan itu tak lagi ada. Dua, tiga, atau empat minggu setelahnya aku tidak begitu ingat dan tidak mencatatnya. Kembali ada getaran, kali ini lebih kuat hingga atap rumah yang adalah seng menimbulkan suara yang keras. Aku pun terbangun. Kali ini aku tidak takut hanya kaget saja. Karena di luar masih terdengar suara orang berbincang, lagipula waktu itu masih sekitar pukul 23:00 WITA belum terlalu malam sekali. Ketika pagi tiba aku tak mendengar seorang pun membicarakan getaran semalam. Baiklah lagi-lagi kejadian itu harus terlewat tanpa penjelasan apa-apa. Dua hari mungkin juga lebih berlalu namun tiba-tiba ada teman yang membicarakan kejadian malam itu. Hatiku rasanya lega dan bersyukur sekali bahwa bukan hanya aku yang merasakan kejadian itu. Setidaknya ada orang lain yang merasakan apa yang aku rasakan, ini berarti aku tidak sendiri. Betapa leganya hatiku kala itu. Semenjak saat itu getaran-getaran kecil, gempa kecil seringkali terjadi, dan tidak ada yang membicarakannya saat pagi tiba. Dan aku mulai paham mengapa mereka tidak membicarakannya, ini karena mereka telah terbiasa dengan gempa kecil, karena gempa kecil sering terjadi dan sudah menjadi biasa. Berbeda dengan di Jawa terutama di kotaku yang sangat jarang mengalami gempa kecil, sehingga ketika ada gempa sekecil apapun jika memang ada yang merasakannya, sudah pasti akan menjadi bahan pembicaraan.
Dalam benakku selalu terfikir akan keagungan Tuhanku Allah Subhanahu Wata'ala. Jika Dia berkehendak tsunami menerjang pulau ini, apalah artinya pulau yang teramat kecil ini. Mungkin saja pulau ini akan tenggelam menjadi lautan lepas tak berbekas. Subhanallah......

Rabu, 26 Februari 2014
22:10 WITA
Finished at 23:53 WITA.

Lautan Berselimut Langit Malam Bertabur Bintang



 
Sekali lagi Tuhan menunjukkan keagungan-Nya.
1 Mei, Meiday, hari buruh sedunia tak ada hubungannya dengan tulisanku ini. Hari ini libur, aku bosan di rumah dan memutuskan untuk pergi ke Moronge, sebuah kecamatan di bagian pulau Salibabu. Pekan Olahraga Daerah (POPDA) Kabupaten Talaud tahun ini kecamatan Morongelah yang menjadi tuan rumah. Beberapa anak-anakku yang termasuk dalam tim sepak bola dari kecamatan Damau masuk babak final melawan tim dari kecamatan Gemeh. Maka hari ini sengaja aku ingin datang menyaksikannya bersama rekan yang lain beramai-ramai. Pertandingan berjalan sangat seru, ternyata menyaksikan pertandingan bola secara langsung sangat berbeda dengan hanya menyaksikannya di televisi. Riuh suara suporter bersorak sorai membuatku larut menikmati pertandingan yang selama ini tak ku sukai sama sekali. Sampai terbesit di otakku, suatu saat aku harus menonton sepak bola di sebuah stadion besar, pasti lebih seru lagi, setidaknya seperti pertandingan antara PERSEBAYA VS AREMA lah. Pertandingan berakhir dengan skor 3 : 1 untuk Gemeh, beberapa anak-anak sampai menangis tersedu-sedu menyesali kekalahan mereka. Anak-anak ini, mereka benar-benar berusaha sekuat tenaga memenangkan pertandingan ini, tapi sebuah pertandingan tentu harus ada yang menang dan kalah, itulah kata-kata penghibur yang dilontarkan orang-orang dewasa untuk mereka. Meskipun pada akhirnya tim kecamatan Damau hanya mampu membawa pulang juara 2, kami tetap bangga pada mereka. 
Sama seperti saat berangkat tadi pagi, pulang pun kami menaiki perahu Bintang Peret. Perahu memulai perjalanan pulang sekitar pukul 18.30 WITA dan sampai di pantai Peret pukul 20.00 WITA. Selama perjalanan malam ini, sekali lagi Tuhan menunjukkan keagungan-Nya. Langit malam di awal Mei ini sungguh menakjubkan, berjuta bintang bertaburan di angkasa menyelimuti gelap lautan malam yang begitu luas, suasana ini semakin menakjubkan dengan kehadiran bulan muda yang melengkung tipis di ufuk timur mengantar kepulangan kami. Lautan ini begitu luas, sungguh luas, dan gelap. Cahaya bintang tak mampu menerangi lautan. Perahu-perahu kecil tak memiliki penerangan, mereka para anak buah perahu selalu siaga dengan senternya, berdiri memperhatikan arah di depan perahu, sesekali memberi tanda keberadaan kami pada perahu-perahu pencari ikan dengan cahaya senter. Perahu-perahu pencari ikan pun sesekali memberikan tanda keberadaan mereka dengan senternya. Perahu kami hening, anak-anak tertidur, bahkan orang dewasa pun beberapa ada yang tertidur, aku dan beberapa yang lainnya membisu menikmati pemandangan malam ini, mengagumi keindahannya, terpukau dibuatnya. Tak lelah kepalaku mendongak ke langit. Benar-benar langit malam yang begitu indah, menakjubkan, mempesona, menunjukkan kuasa-Nya. Subhanallah...... tak henti hentinya terucap di dalam hati, Tuhan membawaku ke tempat ini untuk menunjukkan kuasa-Nya, keagungan-Nya, agar aku semakin tunduk pada-Nya, percaya, senantiasa mengingat-Nya. Ingin sekali kurangkum keindahan malam ini, namun lensa kamera tak mampu menjangkau keindahan pemandangan malam ini. Lagi-lagi Tuhan menunjukkan kuasa-Nya dengan mata ini, mata yang mampu menjangkau keindahan malam ini. Sungguh betapa beruntungnya diriku. Terima kasih ya Allah ya Tuhanku. Ini adalah awal Mei yang indah.             
  
Kamis, 1 Mei 2014  
Peret, 21:57 WITA

Laut Malam Kabaruan



 
Hari ini aku dan temanku baru saja dari Melong. Saat berangkat kami bersama banyak orang dengan kepentingan mereka masing-masing. Kami berangkat naik perahu bersama penumpang tujuan Lirung. Perahu kami berangkat amat terlambat dari biasanya. Belum lagi saat berjalan gelombang besar membuat perahu berayun-ayun tak beraturan seakan-akan perahu akan terbalik saja, membuat para awak perahu bekerja keras menyeimbangkan posisi perahu agar tak sampai terbalik. Rasa takut ada, tapi selama ada banyak penumpang di sini, rasa takut tak terlalu berarti bagiku. Justru rasa senang karena aku memiliki pengalaman ini lah yang muncul. Perahu singgah di Lirung untuk menurunkan penumpang tujuan Lirung. Hanya tersisa sekitar lima orang yang bertujuan Melong. Tuan perahu sudah berusaha mencari penumpang dari Lirung yang hendak ke Melong, agar perahunya memuat lebih banyak penumpang. Namun hari ini dia sedang tak beruntung hingga tak bisa mendapatkan penumpang lebih dari lima.
Sampai di Melong pun hari sudah siang. Kami segera melakukan apa yang menjadi tujuan kami. Begitu selesai kami kembali ke pelabuhan dan ternyata perahu terakhir sudah berangkat, tak ada perahu lagi dari Melong ke Lirung ataupun Mangaran. Pilihan kami hanya tinggal speed atau kapal. Kapal kini tak pernah singgah di Mangaran, jika kami naik kapal maka kami akan turun di Lirung dan harus naik perahu atau speed ke Mangaran, sedangkan waktu saat itu menunjukkan pukul 15.00, waktu tersebut juga menunjukkan bahwa  perahu terakhir di Lirung juga sudah berangkat, karena biasanya perahu terakhir dari Lirung ke Mangaran berangkat antara pukul 13.00 sampai 14.00. Untuk naik speed kami harus menunggu sampai penumpang speed genap 10 orang atau lebih, baru speed mau berjalan.
Untunglah        
Namun saat pulang kami hanya tinggal berdua.
Perjalanan Lirung - Mangaran 18:51 WITA
Perahuku mulai didorong mesin dan melaju ke tujuan. Terang menjadi petang hingga berganti malam. Lautan mulai diselimuti kegelapan malam, langit mulai menampakkan bintangnya, mulut-mulut tertutup kelelahan, wajah-wajah bermuram keringat. Semuanya membisu, sunyi, hanya terdengar lirih suara riak air yang terbelah ujung perahu dan suara bising mesin yang memonopoli seluruh isi gendang telinga. Perahuku diayun ombak perlahan. Terasa sensasi alam yang luar biasa. Lautan malam ini sungguh menawan.  Inilah kuasa Tuhan.

Sabtu, 1 Maret 2014
Mangaran – Peret
20.05 WITA