Suatu hari seorang yang kaya raya mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp. 50.000/ekor.
Padahal monyet disana tak ada harganya karena jumlahnya banyak dan kerap dianggap sebagai hama buah-buahan.
Para penduduk desa yang menyadari bahwa banyak monyet disekitar desa kemudian masuk hutan dan menangkapinya satu persatu.
Si orang kaya membeli ribuan ekor monyet dengan harga Rp 50.000,- .
Karena penangkapan besar-besaran akhirnya monyet-monyet semakin sulit dicari, penduduk desa pun menghentikan usahanya untuk menangkapi monyet-monyet tsb.
Si orang kaya pun kembali mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp 100.000 per ekor.
Ini memberi semangat & “angin segar” bagi penduduk desa untuk mulai lagi menangkapi monyet.
Tak berapa lama, jumlah monyet pun semakin sedikit dan semakin sulit dicari, kemudian penduduk pun kembali ke aktifitas bertani.
Karena telah langka, harga monyet pun meroket naik hingga Rp 150.000/ekor.
Tapi tetap saja monyet sudah sangat sulit dicari.
Sekali lagi si orang kaya mengumumkan bahwa ia akan membeli monyet dengan harga Rp 500.000/ekor!
Namun, karena si orang kaya harus pergi ke kota karena urusan bisnis, asisten pribadinya akan menggantikan sementara atas namanya.
Tanpa kehadiran si orang kaya, si asisten pun berkata pada penduduk desa: “Lihatlah monyet-monyet yang ada di kurungan yg dikumpulkan si orang kaya itu.
Saya akan jual kepada kalian dgn harga Rp 350.000 / ekor dan saat si orang kaya kembali, kalian bisa menjualnya lagi dgn harga Rp 500.000,- .
Bagaimana…?”.
Akhirnya, penduduk desa pun mengumpulkan uang simpanan mereka dan membeli semua monyet yang di kurungan.
Namun kemudian…mereka tak pernah lagi melihat orang kaya dan asistennya..
Selamat datang di Wall Street, inilah Monkey Business.
Hati-hati, jangan terjebak oleh “Monkey Business”…
Seperti pohon Anthorium
Seperti ikan Lohan
Seperti semua barang yang kita beli tetapi bukan karena kebutuhan.
Dan sekarang lagi marak adalah “DEMAM BATU AKIK”…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar